Dampak Bioteknologi terhadap Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat

Kita telah mengenal, menggunakan, mengkonsumsi beberapa produk bioteknologi hingga saat ini. Tidakkah kita bertanya, “Adakah dampak negatif dari perkembangan bioteknologi yang demikian pesatnya?

Kalau kita membaca informasi serta peka terhadap isu-isu mengenai kemajuan bioteknologi, tentu kita tahu bahwa banyak “Pro dan Kontra” di antara berbagai kalangan, baik kalangan penelitian mahasiswa, maupun masyarakat.

Berikut ini kita akan membahas beberapa pendapat tersebut.

Transgenik
Seperti yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, bahwa produk transgenik yang dikenal juga dengan istilah GMO = Genetics Manipulation Organism merupakan produk bioteknologi yang spektakuler. 

Dengan transgenik (gen suatu species disisipi dengan gen tertentu) memungkinkan
terbentuknya suatu jenis hewan atau tumbuhan yang mempunyai sifat sifat unggul, seperti lebih besar, lebih kuat, tahan lama, dan kandungan gizi tinggi.
Pertanyaannya sekarang adalah “Seberapa aman produk teknologi reproduksi tersebut?” Sejauh ini terdapat sejumlah pernyataan aman dari lembaga resmi internasional, seperti WHO dan FAO. (Masih ingat kepanjangan WHO dan FAO?). Masyarakat AS sejak tahun 1996 telah mengonsumsi kedelai transgenik dan tidak ada laporan dampak negatif yang timbul. Masyarakat Eropa yang awalnya menentang produk transgenik kini sudah mulai menerima. Hal ini ditandai dengan adanya pernyataan dari Komisi Pusat Masyarakat Eropa di Brussel pada bulan Oktober 2001. Akan tetapi, ada juga yang berpendapat bahwa terdapat beberapa kemungkinan risiko mengonsumsi makanan transgenik ini, seperti keracunan, risiko kanker, dan alergi makanan. Hal ini disebabkan antara lain produk transgenik tersebut bersifat “kebal antibiotik”, dan mengundang “residu pestisida”.

Beberapa produk transgenik yang sudah dilepas di pasaran negara-negara maju, sepanjang penelitian ilmiah dengan teknologi dan pengamatan yang ada sekarang, tidak ada masalah dalam hal keamanan terhadap lingkungan ataupun tubuh manusia. Demikian kesimpulan Departemen Kesehatan Inggris dalam laporannya tahun 1999.

Sejak 20 tahun lalu, teknologi ini dimanfaatkan hingga kini karena belum ada laporan ilmiah yang memaparkan efek negatif produk rekayasa genetika yang telah dievaluasi sesuai standar Jepang adalah aman. Ini kesimpulan Departemen Pertanian dan Kehutanan Jepang tahun lalu. Di Indonesia sendiri, meskipun mengundang banyak protes dari banyak pihak, pengembangan kapas transgenik telah ditanam di tujuh kabupaten Sulawesi Selatan. Namun, penelitian yang dilakukan oleh dua mahasiswa Pascasarjana Program Studi Bioteknologi IPB (Institut Pertanian Bogor), Marhamah Nadir dan Reza Indriadi membuktikan bahwa kapas transgenik di Indonesia ternyata mengontaminasi kapas non-transgenik di sekitarnya. Penelitian tersebut dilakukan selama setahun (September 2001-Agustus 2002).

Adanya kontaminasi (pencemaran genetik) dapat menyebabkan antara lain kebalnya hama (sehingga dapat memicu ledakan hama), mengganggu kesehatan bahkan tanaman transgenik tersebut menjadi gulma. Gulma adalah tanaman liar yang mengganggu tanaman budi daya. Jadi, sebenarnya mengelola tanaman transgenik itu tidak gampang, karena itu, perlu pengkajian yang benar, peraturan dan pengawalan yang ketat pula.

Dengan tetap berprinsip pada pendekatan kehati-hatian (preecautionary approach) bahwa OHM (organisme hidup hasil modifikasi) yang secara nyata dapat memberi manfaat bagi manusia, tetapi tetap perlu waspada untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan bagi kesehatan manusia, pelestarian lingkungan, dan keanekaragaman hayati, maka Indonesia bersama dengan 133 perwakilan pemerintah, LSM, organisasi industri, dan masyarakat ilmiah, telah menyepakati suatu kesepakatan internasional mengenai pengaturan tata cara gerakan lintas batas negara (termasuk penanganan dan pemanfaatan) OHM, atau yang terkenal dengan Cartagena Biosafety Protocol, pada tanggal 29 Februari 2000, di Mountreal, Kanada.

Cartagena Biosafety Protocol (cartagena Protocol) adalah kesepakatan antara berbagai pihak yang mengatur tata cara gerakan lintas batas negara secara sengaja (termasuk penanganan dan pemanfaatan) suatu organisme hidup yang dihasilkan bioteknologi modern dari suatu negara ke negara lain oleh seseorang atau badan. 

Tujuan dibuatnya Cartagena Biosafety Protocol adalah untuk memberikan kontribusi dalam memastikan tingkat proteksi yang memadai dalam hal transfer, penanganan, dan penggunaan yang aman dari organisme hidup hasil bioteknologi modern. Hal itu untuk menjaga adanya kemungkinan pengaruh yang merugikan kelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan pada keanekaragaman hayati, dengan mempertimbangkan risiko terhadap kesehatan manusia, dan khususnya berfokus pada pergerakan lintas batas. Sebenarnya sebelum tanaman transgenik disetujui untuk dikomersialisasi, tanaman tersebut telah diuji melalui proses evaluasi makanan bioteknologi.

Kelompok konsiderasi dari badan internasional dunia Food and Agriculture Organization (FAO) memberikan beberapa rekomendasi mengenai bioteknologi dan keamanan pangan, yaitu:

a).Peraturan mengenai keamanan pangan yang komprehensif dan diterapkan dengan baik merupakan hal penting untuk melindungi kesehatan konsumen. Semua negara harus dapat menempatkan peraturan tersebut seimbang dengan perkembangan teknologi.
b). Penilaian kesamaan untuk produk rekayasa genetika hendaknya berdasarkan konsep substansi ekuivalen.
c). Pemindahan gen dari pangan yang menyebabkan alergi hendaknya
dihindari kecuali telah terbukti bahwa gen yang dipindahkan tidak menunjukkan alergi.
d). Pemindahan gen dari bahan pangan yang mengandung alergen ke organisme lain tidak boleh dikomersialkan.
e). Senyawa alergen pangan dan sifat alergen yang menetapkan immuno genicity dianjurkan untuk diidentifikasi.
f). FAO akan mengadakan lokakarya untuk membahas dan memutuskan bilamana ada beberapa gen marka ketahanan antibiotika yang harus dihindarkan dari tanaman pangan komersial.
g). Perlu ada pangkalan data (data base) tentang pangan dari tanaman, mikroorganisme pangan, dan pakan.
h).Validasi metode sangat diperlukan.
i).Negara berkembang harus dibantu dalam pendidikan dan pelatihan tentang keamanan pangan dan komponen pangan yang ditimbulkan oleh modifikasi genetik.
j). Perlu ditingkatkan riset pengembangan metode untuk meningkatkan
kemampuan dalam melakukan penilaian keamanan pangan untuk produk rekayasa genetik.

Di Indonesia sendiri dalam rangka pengaturan keamanan hayati dan keamanan pangan suatu produk pertanian hasil rekayasa genetik seperti tanaman transgenik telah dikeluarkan keputusan bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Pangan dan Holtikultura tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik Tanaman No.998.l/Kpts/OT.210/9/99;790.a/KptrsIX/1999;1145A/MENKES/SKB/IX/199;015A/NmnegPHOR/09/1999. Keputusan ini dimaksudkan untuk mengatur dan mengawasi keamanan hayati dan keamanan pangan pemanfaatan produk pertanian hasil rekayasa genetika agar tidak merugikan, mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia, keanegaragaman hayati, dan lingkungan.
Tanggapan masyarakat dalam menyikapi produk bioteknologi beraneka
ragam sesuai dengan informasi yang didapatnya. Umumnya mengambil sikap anti dan tidak menerima, tetapi sebaliknya ada yang menerima dan ada juga yang menerima tetapi dengan kehati-hatian.

Bayi Tabung
Bagi pasangan suami istri yang tak kunjung dikaruniai anak, program bayi tabung ini tentu sangat membantu. Terlebih di masyarakat masih tertanam kuat bahwa perkawinan tanpa anak dikatakan tidak sempurna.
Tidak jarang berbagai masalah akan muncul karena alasan yang satu itu, tetapi tidak jarang masyarakat yang berpendapat tidak setuju dengan program bayi tabung ini. Hal tersebut dapat dimengerti sebab dikhawatirkan sel telur maupun sel sperma tidak berasal dari pasangan suami istrinya yang sebenarnya, melainkan sperma dari donor. Dari segi agama tentu hal ini tidak dibenarkan.

https://klikdokter.com

Walaupun dirasakan manfaatnya, program ini masih menimbulkan perdebatan. Perdebatan ini terfokus pada segi agama, etika, legalitas dan sosial, baik menyangkut prosedur maupun produk yang dihasilkan. Sebagian kelompok agamawan menolak “fertilitas in vitro” pada manusia karena dianggap mempermainkan Tuhan sebagai sang pencipta. Hal ini dapat dimengerti sebab dikhawatirkan sel telur maupun sperma tidak berasal dari pasangan suami istri yang sebenarnya. Sperma bisa saja dari donor (bank sperma). Dari segi agama tentu hal ini tidak dapat dibenarkan karena individu baru tersebut dapat kehilangan nasabnya (keutuhan keturunannya).
Di Indonesia sendiri sebenarnya program bayi tabung ini diatur berdasarkan undang-undang, yaitu UU No. 23/1992, tentang kesehatan. Undang-undang ini menjelaskan pelaksanaan program bayi tabung harus dilakukan sesuai dengan norma hukum, agama, kesusilaan, dan kesopanan. UU ini juga mengatur bahwa dalam pelaksanaan program bayi tabung di Indonesia tidak diizinkan menggunakan rahim milik wanita yang bukan istrinya.
Selain Undang-undang di atas, program bayi tabung di Indonesia, saat ini juga mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan RI No.73/Menteri Kes/Per/11/1999 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan. Peraturan ini mengatur penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan hanya dapat dilakukan di Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas A, B dan Rumah Sakit Umum Swasta kelas utama. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan teknologi reproduksi buatan hanya dapat dilakukan oleh Rumah Sakit Umum yang menyelenggarakan teknologi reproduksi buatan.
Rumah Sakit yang diberi izin penyelenggaraan dan pelayanan, penelitian dan pengembangan adalah RSUP Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita, RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Dalam pasal 4 disebutkan pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya dapat diberikan kepada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya akhir untuk memperoleh keturunan.
kloning
Kloning sebenarnya penting untuk menghasilkan organisme unggul baik pada tumbuhan maupun hewan. Di bidang pengobatan, klon hewan dipakai sebagai media membuat obat yang sangat langka dan mahal harganya, seperti yang dilakukan oleh Ian Wilmut yang menghasilkan Dolly, domba kloning pertama yang lahir pada tanggal 5 Juli 2003 di Skotlandia. Ian Wilmut berhasil membuat klon domba dengan sel donor dari kelenjar susu domba jenis “findorset” yang berumur 6 tahun. Findorset sebagai donor berbulu putih, sedangkan telurnya diambil dari domba betina jenis blacface, yang mukanya berbulu hitam, hasilnya Dolly yang berbulu putih bersih.
Setelah Dolly, sebenarnya secara teknik, klon manusia juga dapat dilakukan. Kloning dilakukan dengan cara mengeluarkan inti telur betina dan menggantinya dengan inti dari orang dewasa. Kalau berhasil, telur hasil rekayasa yang mulai berkembang tersebut ditanam di dalam rahim seorang perempuan. Nantinya telur tersebut akan tumbuh menjadi duplikat orang dewasa yang menyumbangkan intinya itu.
Secara medis infertilitas ketidaksuburan digolongkan sebagai penyakit.
Salah satu cara yang sudah lazim ditempuh adalah teknik invitro (bayi tabung). Namun demikian, invitro tidak dapat menolong semua pasangan infertil, misalnya bagi seorang ibu yang tidak dapat menghasilkan sel telur, dan pria yang tidak dapat menghasilkan sperma.
Dalam hal ini, teknik kloning merupakan hal yang “revolusioner” sebagai pengobatan infertilitas karena penderita tidak perlu menghasilkan sperma atau telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel dari manapun diambilnya. Pengklonan juga dapat dilakukan terhadap anggota badan untuk mengganti jaringan sel yang rusak di dalam tubuh.
Bagaimana tanggapan masyarakat mengenai hal ini? Ternyata masih merupakan kontroversi. Berbagai usulan melarang kloning manusia. Banyak kalangan menganggap bahwa “pengklonan manusia secara utuh tidak boleh dilakukan sebab anggapan sebagai intervensi karya ilahi dan tidak bermoral.”

Dampak Bioteknologi pada Petani Dunia Ketiga
Negara dunia ketiga adalah negara-negara berkembang yang umumnya terletak di belahan bumi bagian selatan. Semula sumber daya alam, seperti cokelat, vanili, kina, minyak sawit, tembakau, dan gula dihasilkan secara tradisional oleh negara-negara berkembang. Umumnya negara-negara berkembang ini bertindak sebagai pemasok negara-negara maju. Kini dengan kemajuan bioteknologi beberapa sumber daya alam di atas diproduksi di dalam pabrik-pabrik industri.

Penggantian Gula
Gula tadinya dihasilkan oleh negara-negara di Selatan. Kini gula bit telah dihasilkan oleh negara-negara Utara, terutama Eropa. Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) beralih dari pengimpor menjadi pengekspor gula pada pertengahan dasawarsa 70-an. Kelebihan produksi gula di pasar dunia telah mengakibatkan turunnya harga. Dengan bioteknologi, hasil panen tebu dapat ditingkatkan menjadi tiga kali lipat, yang tampaknya menguntungkan negara berkembang, tetapi sebetulnya justru menekan lebih jauh harga gula di pasar dunia. Apalagi zat pemanis sudah dapat diekstraksi dari tanaman tertentu, atau lebih jauh lagi seluruhnya telah dapat dibuat di pabrik dengan menggunakan teknik enzim.
Menurut sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat, sekarang gula disaingi oleh lebih dari 30 perusahaan. 

Sampai sekarang telah lebih dari 30 karyawan minuman ringan di Amerika Serikat (Coca Cola,Pepsi Cola, 7-up, Sunkist) mengganti penggunaan gula dengan HFCS (High Fructose Corn Syrup) yang dibuat dari jagung.
Lebih jauh lagi zat pemanis telah dapat dibuat dengan bioteknologi di dalam pabrik dan tidak membutuhkan lahan sama sekali. Aspartam misalnya, yang rasanya 200 kali lebih manis dari gula telah diproduksi; Aefulsame-k, 130 kali lebih manis daripada gula, dan Thaumatin 250 kali lebih manis daripada gula.
Penggantian Cokelat
Cokelat merupakan komoditi pertanian kedua bagi kawasan tropika dengan nilai ekspor tahunan kira-kira US$ 2,6 miliar. Sekitar separuh dari produksi cokelat dunia dihasilkan oleh petani-petani kecil di negara-negara Afrika yang miskin.
Sekarang beberapa perusahaan di negara industri sedang menggantikan cokelat ini sepenuhnya. Ajinomoto, sebuah perusahaan makanan Jepang telah berusaha memodifikasi minyak nabati yang murah (misalnya minyak sawit) sehingga dapat diolah menjadi mentega cokelat. Bersamaan dengan itu perusahaan cokelat terkemuka seperti Hersey dan Nestle, menyelenggarakan riset untuk menghasilkan cokelat melalui teknik kultur sel di pabrik-pabrik mereka. Setiap sel yang dibiakkan di pabrik akan menghasilkan cokelat yang serupa dengan cokelat yang ditanam di perkebunan.
Penggantian Vanili
Beberapa perusahaan bioteknologi Amerika Serikat telah menyelidiki cara bagaimana pembuatan vanili di pabrik-pabrik industri. Selama ini vanili dihasilkan oleh negara-negara berkembang, seperti Madagaskar, Reunion, Komoro, dan Indonesia. Dengan demikian, sebenarnya kemajuan bioteknologi menyebabkan peran negara berkembang yang miskin sebagai penghasil bahan baku telah diperkecil.

Paten dalam Bioteknologi
Kemajuan-kemajuan dalam bidang bioteknologi menyebabkan semakin meningkatnya nilai sumber daya genetika dan sarana-sarana pengolahannya.
Tekanan-tekanan ditujukan untuk menjadikan perlindungan hak cipta atas varietas-varietas baru sehingga varietas-varietas baru tersebut dapat dimasukkan ke dalam sistem paten industri yang umum, dan penguasaan monopolinya dapat mempunyai jangkauan lebih jauh. Kini kalangan industri sedang giat mendapatkan paten-paten produk atas gen dan bibit. Pemegang paten dapat menguasai semua varietas, gen miliknya dipadukan, dan juga dapat melarang orang lain untuk tidak menggunakan gen tersebut. Bagaimana dampak sistem paten ini terhadap negara-negara sedang berkembang? Pada kenyataannya paten menjadi alat untuk memuaskan dan menguasai pasar. Jadi, sebaiknya negara-negara sedang berkembang bersikap “menolak sistem paten”.

Itulah beberapa dampak perkembangan bioteknologi yang disatu sisi memberikan dampak positif dengan manfaat-manfaat yang diberikannya. Disisi lain menimbulkan dampak negatif dengan ekses-ekses buruk bagi kehidupan sosial, ekonomi bahkan ideologi/keyakinan terhadap Tuhan Sang Maha Pencipta.

Apa pendapat anda mengenai hal ini ??

Posting Komentar

0 Komentar