Beberapa Pewarisan Sifat pada Manusia

Pada bagian sebelumnya , Anda telah mempelajari pola-pola pewarisan sifat dengan contoh-contohnya pada hewan dan tumbuhan.  Bagaimanakah pola pewarisan pada manusia? 

Untuk dapat mengaplikasikan pola-pola pewarisan sifat yang dikemukakan Gregor Mendel pada manusia, sebelumnya harus diketahui ciri atau sifat yang diwariskan dan dipengaruhi oleh satu gen.

Hal ini tidaklah mudah, karena terkadang sulit untuk mengetahui suatu ciri sebagai ciri yang diwariskan atau sebagai pengaruh lingkungan. Hal lain yang menyulitkan, yakni pada manusia tidak dapat dilakukan test cross seperti halnya pada hewan dan tumbuhan. Manusia juga tidak menghasilkan keturunan sebanyak tumbuhan atau hewan. Oleh karena itu, biasanya bergantung pada catatan keluarga mengenai kelahiran, perkawinan, dan kematian untuk mengungkapkan pewarisan sifat pada manusia.
Catatan tersebut dibuat dalam bentuk 
pedigree atau peta silsilah. Peta silsilah ini dibuat dalam beberapa generasi sehingga dari peta silsilah tersebut dapat diketahui riwayat kondisi kesehatan serta sifat-sifat yang diturunkan pada keluarga tersebut. Berikut ini contoh peta silsilah tiga generasi.
Selain melalui peta silsilah, cara lain untuk mengetahui apakah sifat yang diwariskan pada manusia disebabkan secara genetis, yaitu meneliti kromosom secara langsung. Proses ini dilakukan dengan pewarnaan kromosom saat metafase (mitosis). Memfoto, memotong-motong gambarnya, dan mengatur berdasarkan ukuran dan bentuk. Cara ini membantu mengungkap kelainan kromosom pada manusia, seperti sindrom Down.

Berikut ini akan diuraikan beberapa pola pewarisan sifat pada manusia

Golongan Darah
Pernahkah Anda memeriksakan golongan darah Anda? Apakah hasilnya? A, B, AB, atau O? Golongan darah merupakan salah satu ciri yang diwariskan pada manusia. Penentuan golongan darah ini berdasarkan ada atau tidaknya reaksi penggumpalan antardarah (aglutinasi). Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa macam penggolongan darah, di antaranya sistem AB sistem M , dan sistem R .
a. Sistem ABO
Penggolongan darah sistem ABO ditemukan oleh K. Landsteiner sekitar 1900. Ia menemukan bahwa terkadang jika darah seseorang dicampurkan dengan yang lain, terjadi reaksi penggumpalan (aglutinasi). Akan tetapi, pada orang lain hal tersebut terkadang tidak terjadi.
Berdasarkan hal inilah terbentuk empat jenis golongan darah, A, B, AB, atau 0 (nol).
Proses penggumpalan antar golongan darah dipengaruhi oleh kandungan 
aglutinogen atau antigen (antibody generator) serta aglutinin (antibody) pada darah-darah tersebut. Jika antigen bertemu dengan antibodi lawannya, darah akan menggumpal
Berdasarkan tabel tersebut, seseorang dengan golongan darah A tidak dapat menerima darah golongan B. Begitu juga sebaliknya. Pada individu dengan golongan AB, secara teori dapat menerima semua golongan darah karena tidak memiliki antibodi. Bagaimana jika seseorang memiliki golongan darah O ?
Golongan darah dikendalikan oleh gen I (
iso aglutinogen) yang memiliki tiga macam alel, IA, I,B, dan IO. Alel Imengendalikan pembentukan antigen A dan alel Imengendalikan pembentukan antigen
B.  Adapun alel I
tidak membentuk antigen. Alel Ibersifat resesif terhadap alel Idan IB. Alel Idan Ibersifat kodominan, dua gen tersebut terekspresikan dan tidak ada yang dominan. Perhatikan kembali tabel di atas untuk memahami sifat-sifat alel tersebut.
Bagaimanakah golongan darah ABO dapat diwariskan kepada keturunannya?

b. Sistem MN
Pada 1927, K. Landsteiner dan P. Levine menemukan antigen baru yang disebut antigen-M dan antigen-N. Sel darah merah manusia dapat mengandung salah satu atau kedua antigen tersebut sehingga terdapat golongan darah M, MN, dan N.
Pada darah manusia, tidak terdapat aglutinin (zat penggumpal) untuk antigen-antigen ini sehingga transfusi darah tidak dipengaruhi sistem golongan darah ini (Suryo, 2001: 262). Namun, jika antigen tersebut disuntikkan ke dalam tubuh kelinci akan terbentuk anti-M atau anti-N dalam darah kelinci yang dapat menggumpalkan darah tersebut.
Kemudian, zat anti-M dan anti-N yang dihasilkan darah kelinci, digunakan untuk menentukan golongan darah MN pada manusia dengan melihat reaksi penggumpalan eritrosit. Hal inilah yang menentukan penggolongan darah sistem MN pada manusia.
Pembentukan antigen M dan N ditentukan oleh alel Idan IN. Alel ini bersifat kodominan sehingga alel Itidak dominan terhadap Idan sebaliknya.
Bagaimana pola pewarisan golongan darah sistem MN ?

c. Sistem Rhesus
Penggolongan darah berdasarkan sistem Rh ditemukan oleh K. Landsteiner dan A. S. einer pada 1940. Rh merupakan singkatan dari rhesus, diambil dari nama kera acaca rhesus. Pada kera ini didapati antigen yang memicu penggumpalan darah kera oleh antibodi darah kelinci dan marmot yang disuntikkan. Kelinci dan marmot membentuk antiserum yang kemudian digunakan untuk menguji darah manusia.
Berdasarkan pengujian, darah manusia dibedakan atas Rh
dan Rh. Individu Rhmemiliki antigen rhesus. Adapun individu Rh – tidak memiliki antigen rhesus. Pembentukan antigen Rh ini dikendalikan oleh gen IRh yang dominan terhadap Irh.
Perkawinan antara pria dengan Rhdan wanita dengan Rh– dapat menyebabkan keturunannya menderita penyakit eritroblastosis fetalis. Jika bayi yang dilahirkan memiliki Rh, kemungkinan bayi tersebut terlahir normal. Kelainan terjadi jika janin yang dikandung Rhyang diwariskan dari orangtua laki-laki.
Jika janin yang dikandung Rh+, sedangkan ibu Rh, pada kehamilan pertama bayi tersebut terlahir selamat. Hal ini disebabkan antibodi ibu terhadap antigen Rh– belum banyak diproduksi. Akan tetapi, pada kehamilan kedua, jika janin Rh+, janin tersebut akan diserang oleh antibodi ibu (anti–Rh+). Akibatnya, jika janin Rh+, akan menderita eritroblastosis fetalis. Keadaan ini tidak terjadi jika pria Rh– dan wanita Rhatau keduanya memiliki golongan Rh yang sama.

Abnormalitas dan Penyakit Turunan
Sifat abnormal adalah sifat yang tidak umum dalam populasi. Anda dapat mengetahui sifat abnormal sebagai ciri yang sangat berbeda. Sifat abnormal secara genetis terkadang menjadi masalah. Penyakit genetis atau turunan merupakan kelainan yang disebabkan oleh gen atau kelompok gen. 
Penyakit ini dapat diturunkan, bersifat tetap dan tidak menular. Penyakit turunan umumnya bersifat resesif dan individu dengan sifat heterozigot (carrier) sering tidak menyadari bahwa mereka pembawa
sifat abnormal. Akhirnya, mereka menghasilkan keturunan yang menderita kelainan.
a. Pewarisan Penyakit Turunan Melalui Autosom
Penyakit turunan dapat diwariskan melalui autosom atau kromosom sel tubuh. Penyakit ini di antaranya gangguan mentalalbinismebrakidaktili, dan polidaktili.
1) Gangguan Mental
Beberapa gangguan mental yang sudah diketahui pada manusia di antaranya imbisil, debil, dan idiot. Penyebab gangguan mental ini bermacam-macam, di antaranya metabolisme abnormal fenilalanin yang menyebabkan penyakit yang disebut fenilketonuria (FKU).
Penyakit FKU disebabkan oleh kegagalan tubuh penderita menyintesis enzim yang mengubah fenilalanin menjadi tirosin. Konsentrasi fenilalanin tinggi dalam darah penderita menyebabkan kerusakan pada otak sehingga berakibat terjadinya kelainan mental. Sifat ini dikendalikan oleh gen resesif.

2) Albinisme
Albinisme adalah kelainan yang disebabkan ketidak mampuan tubuh membentuk pigmen melanin. Keadaan ini menyebabkan penderita albino tidak memiliki pigmen kulit, iris, dan rambut. Kulit dan mata penderita albino sangat sensitif terhadap cahaya dan mereka harus menghindar dari cahaya matahari yang terlalu terang.
Albinisme ini disebabkan oleh alel resesif yang ditemukan pada autosom. Seorang anak albino dapat lahir dari pasangan orang tua yang keduanya normal heterozigot atau dari pasangan normal dan albino.

3) Brakidaktili
Brakidaktili merupakan kelainan pada ruas-ruas jari yang memendek pada manusia. Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan (B) yang bersifat letal. Jika gen dalam keadaan homozigot dominan (BB) akan bersifat letal. 
Dalam keadaan heterozigot (Bb), individu menderita kelainan brakidaktili. Adapun keadaan gen homozigot resesif (bb) individu normal
4) Polidaktili
Polidaktili adalah kelainan pada manusia berupa bertambahnya jari tangan atau kaki dari jumlah normal. Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan homozigot pada autosom. Jika gen dominan polidaktili dilambangkan P maka individu dengan gen homozigot dominan (PP) dan heterozigot (Pp) akan menderita polidaktili. Adapun individu dengan gen homozigot resesif (pp) bersifat normal.

b. Pewarisan Penyakit Turunan pada Gonosom
Selain melalui autosom, terdapat beberapa penyakit turunan yang diwariskan melalui gonosom (kromosom seks) sehingga penyakit tersebut terpaut seks. Beberapa penyakit tersebut, antara lain buta warna dan hemofilia.
1) Buta warna
Buta warna merupakan penyakit turunan yang menyebabkan penderita tidak dapat membedakan warna-warna tertentu. Terdapat dua jenis buta warna, yakni buta warna parsial dan buta warna total. Pada buta warna parsial, penderita tidak dapat membedakan beberapa warna saja. Contohnya merah-hijau dan biru-hijau. Adapun buta warna total, ia tidak bisa membedakan semua jenis warna.
Buta warna disebabkan oleh gen resesif buta warna (cb) yang terpaut pada kromosom X. Oleh karena itu, terdapat beberapa kombinasi genotipe yang dapat terjadi.
Fenotip dan genotip pewarisan butawarna adalah :
Laki-laki normal = XCBY
Laki-laki butawarna = XcbY
Wanita normal = XCBXCB
Wanita normal tetapi carrier = XCBXcb
Wanita butawarna = XcbXcb
2) Hemofilia
Kelainan lain yang diwariskan melalui gonosom, di antaranya hemofilia. Kelainan ini menyebabkan tubuh tidak dapat membuat protein yang diperlukan dalam pembekuan darah. Penderita hemofilia dapat kehabisan darah dan meninggal dunia hanya karena luka kecil.
Selama beberapa generasi, kasus hemofilia terjadi pada keluarga kerajaan Inggris. Setelah para ilmuwan meneliti peta silsilah keluarga kerajaan, diketahui bahwa gen hemofilia diturunkan oleh Ratu Victoria yang memiliki genotipe heterozigot (
carrier) hemofilia.

Hemofilia dikendalikan oleh gen resesif yang terpaut kromosom X, seperti halnya buta warna. Pada perempuan dengan gen resesif homozigot, gen ini bersifat letal. Mungkin, calon bayi tersebut akan mati dalam kandungan sehingga tidak akan ditemukan wanita hemofilia. Laki-laki penderita hemofilia umumnya tidak hidup hingga dewasa karena sulitnya penanganan hemofilia.
Fenotip dan genotip pada kasus hemofili adalah sebagai berikut :
Laki-laki hemofili = XhY
Laki-laki normal/tidak hemofili = XHY
Wanita hemofili = XhXh (lethal)
Wanita normal = XHXH
Wanita normal tetapi carrier = XHXh

Jenis Kelamin
Jenis kelamin pada manusia ditentukan oleh kromosom kelamin/sex chromosome.
Ada 2 macam sex chromosome yang menentukan jenis kelamin pada manusia, yaitu kromosom X dan kromosom Y.
Kromosom X terdapat pada laki-laki maupun wanita, sedangkan kromosom Y hanya terdapat padalaki-laki. Sehingga genotip seorang laki-laki adalah XY dan genotip seorang wanita adalah XX.
Adapun pola pewarisannya adalah :
P               :     Pria ( XY )   X   wanita ( XX )
Gamet       :     X dan Y                 X
F1              :     XX ( wanita ) = 50%
                        XY ( laki-laki ) = 50%
Jadi peluang terlahir anak laki-laki dan anak wanita adalah sama besar ( 50 : 50 ).

Demikian tadi uraian mengenai pola-pola hereditas pada manusia.

Posting Komentar

0 Komentar